Dimas Wihardyanto, dosen jurusan Teknik Arsitektur Universitas Gadjah Mada (UGM), mengoleksi jersey klub liga nasional dan jersey Timnas Indonesia. Ia memburu jersey-jersey tersebut sejak masih duduk di bangku SMA hingga sekarang. Jersey tersebut didapatkannya langsung dari pemain di lapangan dan juga dari orang lain. Hal ini dia lakukan karena rasa cintanya kepada sepakbola nasional.
"Buat saya mengoleksi jersey Liga Indonesia lebih menarik. Bisa merasakan semangat pelaku sejarah sepakbola nasional. Ini lebih menantang daripada mengoleksi jersey yang lainya," kata Dimas ditemui di rumahnya di Jl.Kaliurang, Pogung Baru, Yogyakarta.
Koleksi jersey yang dikumpulkan Dimas kini mencapai 500-an jersey. Ia mengaku masih memburu jersey-jersey klub nasional, apalagi yang memiliki sejarah penting. Demi mendapatkannya, ia rela merogoh kocek jutaan rupiah untuk mendapatkan sebuah jersey.
Foto: detikSport/Edzan
|
Banyak cerita untuk bisa mendapatkan jersey. Ada yang didapatkan langsung dari pemainnya, dari wasit, dari tukang parkir di dekat stadion, pedagang angkringan di dekat stadion dan ada yang didapatkan dari asisten rumah tangga sang pemain dan dari kolektor.
Tidak mudah memang untuk mendapatkan jersey. Ada yang harus menunggu 3 tahun baru dilepas oleh kolektornya. Itu pun harus ditebus dengan harga jutaan untuk satu kaosnya.
Beberapa jersey langka yang ditunjukkan Dimas antara lain milik pemain timnas tahun 1982, almarhum Iswadi Idris, juga jersey milik pemain timmas Seto Nurdiyantoro yang dipakai untuk melawan Thailand di Piala AFF 2002. Jersey yang pertama ia dapat adalah pada 1997 saat ia masih duduk di bangku SMA, yakni jersey milik Hartono pemain Persebaya yang saat itu sedang bertandang di Yogya melawan PSIM.
"Saat lagi latihan, saya datangi saya ngomong mau minta, ternyata diberikan," kenang Dimas sambil memperlihatkan ratusan koleksi jersey-nya.
Rasa cinta Dimas kepada persepakbolaan nasional tidak hanya dia wujudkan dengan mengoleksi jersey. Tetapi ia juga ingin membuat buku. Dia bahkan punya impian untuk membuat museum yang akan menceritakan perjalanan sepakbola nasional.
Pria kelahiran 27 Juni 1982 itu berharap sepakbola nasional semakin tumbuh menjadi sepakbola profesional yang bisa menghidupi banyak orang. Menurutnya, sudah banyak perubahan poaitif di sepakbola nasional, tetapi sayang perubahan itu lambat sehingga disalip oleh negara-negara tetangga.
"Saat negara-negara lain berlari, kita masih merangkak. Saya berharap, ke depan kita bisa berlari kencang sehingga tidak kalah dengan negara tetangga," kata Dimas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar