Senin, 06 Februari 2017

Kata Pihak Apartemen GDL Soal Keluhan Warga di Surabaya

Surabaya - Tidak puasnya warga terhadap penanganan dampak Pembangunan Apartemen Grand Dharma Husada Lagoon (GDL) di Jalan Dharma Husada Mas, Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur dianggap sebagai miskomunikasi atau salah paham. Pihak GDL mengaku tetap bertanggung jawab terhadap semua dampak tersebut.

"Sejak awal kami sudah melakukan sosialisasi dan menyampaikan tentang planning pembangunan kepada warga yang wilayahnya terdampak," ujar Project Director GDL Bagus Febu Saptono kepada detikcom, Senin (6/2/2017).

Selain puluhan rumah warga, bangunan lain yang terdampak adalah sejumlah ruko, sebuah sekolah, dan sebuah asrama mahasiswa. Bagus mengatakan, pada akhirnya warga membentuk tim gabungan. 

Tim yang terdiri dari 13 perwakilan warga ini dibentuk untuk menjembatani masalah serta keinginan antara warga dengan pihak GDL. Tim gabungan ini membawahi aspirasi dari 3 RW terdampak yakni RW 5, 6, dan 8. Masing-masing RW mempunyai perwakilan yakni 7 orang dari RW 5, 2 orang dari RW 6, dan 4 orang dari RW 8.

Bagus menambahkan, semua hal yang datang dari tim gabungan direvisi oleh warga sendiri dan tidak ada klausul dari GDL karena permintaan warga akan dikabulkan sepanjang itu relevan dan masuk akal. GDL juga selalu berusaha terbuka untuk keinginan warga.

"Tim gabungan ini disahkan oleh muspika di hadapan notaris. Secara hukum, kedudukan tim gabungan ini kuat," kata Bagus.

Karena itu, kata Bagus, pihaknya tidak mau main-main dengan tanggung jawab mengenai dampak pembangunan GDL. Saat tim gabungan dibentuk, sudah disadari bahwa pembangunan akan membawa dampak. Warga pun meminta kepastian dan jaminan kepada GDL akan hal tersebut.

GDL menjawab keraguan warga itu melalui pernyataan dengan dua poin utama. Pertama, semua dampak kerusakan merupakan tanggung jawab GDL. Kedua, GDL menaruh deposito sebanyak Rp 5 miliar sebagai jaminan bila nantinya GDL bertindak secara one prestasi.

Pada awal pembentukan tim gabungan, disepakati juga penunjukan tim independen dalam kajian teknik. Tim yang ditunjuk adalah tim dari ITS. Biaya untuk tim yang diposisikan sebagai nara sumber itu ditanggung oleh GDL.

Dalam perjalanannya sejak pembangunan dimulai sekitar setahun yang lalu, Bagus mengaku komunikasi antara GDL dengan tim gabungan berlangsung secara intensif. Identifikasi masalah selalu dibahas bersama, termasuk saat rumah warga mengalami kerusakan. Kerusakan rumah warga yang sebagian besar berupa keretakan pada tembok itu disepakati akan diperbaiki.

GDL merespons kesepakatan itu dengan melakukan perbaikan dari rumah ke rumah dan juga ruko yang terdampak. Warga pun setuju dengan perbaikan, meski ada pula warga yang tidak mengizinkan rumahnya diperbaiki. Rupanya kerusakan tidak hanya terjadi sekali saja. Setelah diperbaiki, rumah warga kembali rusak dan direspon GDL dengan memperbaikinya lagi.

Warga pun mengeluh dengan hal itu. Menurut warga, berapa kalip un diperbaiki, rumah tetap akan rusak karena pembangunan apartemen masih terus berlanjut. Warga merasa bahwa perbaikan rumah saja tidak cukup. Warga ingin lebih yakni kompensasi. Terhadap tuntutan kompensasi yang diminta warga, GDL menyadari bahwa hal itu memang sudah ada sejak awal pembentukan tim gabungan.

"Untuk kompensasi memang sejak awal sudah dipertanyakan. Kompensasi akan dibicarakan lebih lanjut di kemudian hari. Dan kami menunggu," lanjut Bagus.

Bagus menyangkal pernyataan ketua tim gabungan, Edi, bahwa untuk urusan kompensasi diserahkan pada tim independen ITS. "Yang benar adalah warga sendiri yang melakukan survei untuk kompensasi. Itu dilakukan warga sendiri," terang Bagus.

Karena belum ada keputusan mengenai kompensasi dari tim gabungan, pihak GDL hanya bisa menunggu. "Kami selalu menunggu. Sepanjang (kompensasi) itu relevan dan masuk akal," kata Bagus.

Bagus mendengar ada warga yang bahkan belum tahu tentang rencana adanya kompensasi. Bagus menduga warga tersebut mungkin memang belum tahu karena tidak menghadiri pertemuan tim gabungan dengan GDL.

"Kalau ada pertemuan, memang tak banyak warga yang menghadiri. Mungkin dari situ ada warga yang belum tahu," tambah Bagus.

Bagus menerangkan, saat ini yang dilakukan GDL adalah melakukan pembangunan dinding penahan tanah (secant pile). Pembangunan ini tentu saja dimaksudkan agar pembangunan berjalan lebih aman dan meminimalisir kerusakan terhadap bangunan yang ada di areal pembangunan apartemen.

"Kami juga telah melakukan CSR yakni pavingisasi dan pemasangan box culvert," pungkas Bagus. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar