Jakarta - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membatalkan pengadaan Helikopter AgustaWestland AW-101 setelah menuai kontroversi. Meski begitu, heli buatan Inggris itu ternyata sudah tiba di Indonesia.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan heli yang awalnya diperuntukkan untuk heli VVIP Kepresidenan tersebut telah tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, sejak beberapa hari lalu. Heli tersebut dipesan pada era KSAU sebelumnya, Marsekal (Purn) Agus Supriatna. Saat ini TNI AU juga tengah melakukan investigasi terkait pengadaan heli itu.
"Itulah yang sedang kita cari. Karena ketika saya menjabat, heli kan sudah diproses datang. Hari ini pun sudah ada di tempat. Itu sudah ada di Halim," ungkap Hadi di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/2/2017).
Meski telah tiba di Indonesia, pabrikan heli tersebut belum melakukan serah terima kepada pihak TNI AU. Hadi juga tidak menyebut ada berapa unit heli buatan Inggris itu yang tiba di Halim.
"Belum diserahkan. Masih pihak sana. Laporannya itu (tiba) 4 atau 5 hari yang lalu. Saya belum lihat fisiknya," jelas dia.
Hadi menyatakan, TNI AU telah membentuk tim investigasi soal pengadaan heli ini. Namun ia tidak merinci apakah tim investigasi internalnya itu bersinergi dengan tim investigasi yang dibuat oleh Panglima TNI.
"Investigasi sampai sejauh mana proses perencanaan, pengadaan sampai pesawat sudah ada di Indonesia. Saat ini sedang kita laksanakan pendalaman dipimpin Irjen AU terkait masalah administrasi," kata Hadi.
"Saya lihat dokumennya semua, dan itu memang sudah sampai dokumen pengiriman. Otomatis barang itu sudah harus kita terima. Kemudian dokumen penerimaan dari SP2 nya sudah ada jadi tetap dipersilakan, namun kami tetap mendalami proses pengadaan bagaimana apakah sudah sesuai," tambah Hadi.
Pengadaan heli AW-101 oleh TNI AU diketahui senilai 55 juta USD. Hadi belum bisa memastikan apakah pembatalan pembelian heli yang kini disebut untuk angkut berat tersebut dapat dilakukan.
"Laporannya demikian (55 juta USD). Selama saya di AU belum (pernah) ada (pembatalan). Ini harus kita dalami juga apakah ada proses ketika sudah beli karena ada masalah di dalam negeri kita mesti kembalikan atau tidak," ujar mantan Sesmil presiden itu.
Mengenai kemungkinan adanya kompensasi jika ada pembatalan, Hadi menyatakan belum bisa menjawabnya. Sebab tim investigasi masih melakukan penelusuran terkait hal ini.
"Kita akan runut semuanya. Karena ketika saya menjabat, semuanya suda ada. Saya benar-benar harus menata, mencari lalu memberi penjelasan kepada panglima TNI selaku atasan saya," ujar Hadi.
Apakah ada kemungkinan AW-101 yang sudah datang itu bisa dikembalikan?
"Saya belum bisa memberikan jawaban. Saya akan kumpulkan data-data itu sebenarnya. Tim baru kita bentuk seminggu setelah saya dilantik dan ini sudah mulai berjalan," jawab Hadi.
TNI AU pun menurutnya akan bekerja sama dengan Polisi Militer soal pengusutan permasalahan itu. Soal kemungkinan dana dikembalikan oleh pihak penjual, Hadi juga belum bisa memastikan.
"Kami juga akan komunikasi dengan Danpom TNI apa yang perlu dipertanyakan, dilengkapi. Apa yang perlu dilengkapi, saya lengkapi. (Anggaran dikembalikan utuh) Itu masih belum bisa diberikan jawaban," papar marsekal bintang empat tersebut.
Tim investigasi yang dibentuk Hadi merupakan independen TNI AU. Mantan Irjen Kemhan itu berjanji akan mengurus kasus ini dengan tuntas secepat mungkin.
"(Tim) kurang lebih 10 sampai 12 orang. Efektifnya baru kerja 3 hari karena kan kami harus lapor Danpom dan sebagainya. Saya sambil segera maraton. Saya selalu koordinasi dengan Dampon," tutur Hadi.
Hadi enggan menyebut soal target dari tim investigasi yang dibentuknya. Hadi memastikan akan segera melaporkan hasil penyelidikan begitu mendapat keterangan yang lengkap.
"Yang penting kita tahu masalahnya apa karena barang itu sudah di Indonesia. Kesimpulannya nanti setelah data lengkap. Saya kan menerimanya secara komprehensif. Nanti saya sampaikan langsung kepada Panglima, Panglima ke menteri," tegas Hadi.
Seperti diketahui, pada akhir 2015 Presiden Joko Widodo meminta agar pemesanan AW-101 sebagai heli VVIP Kepresidenan dibatalkan. Selang satu tahun, TNI AU ternyata kembali memesan heli itu hanya saja peruntukkannya sebagai heli angkut berat.
Kembali menuai kontroversi, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membatalkan kontraknya. Menhan Ryamizard pun menjelaskan, meski telah dibatalkan pada 2015, dana pembelian AW-101 telah dibayarkan Kemenkeu yang memfasilitasi Setneg.
Pengadaan itu kemudian diserahkan kepada Kemhan pada 2016 karena uang sudah terlanjur dibayarkan. Peruntukkannya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, yakni sebagai heli angkut berat yang bisa digunakan sebagai bantuan bagi SAR.
Rymizard menyebut wajar saja jika Panglima TNI mengaku tidak mengetahui soal adanya rencana pengadaan heli itu. Sebab ia sendiri mengaku awalnya juga tidak mengetahui adanya pengadaan alutsista itu.
"Jadi waktu (pembelian AW-101 untuk VVIP Kepresidenan) dia nggak boleh, baru ke Kemhan tapi kan uang itu sudah dibayar. Bukan melalui kemhan. Melalui kemenkeu," ungkap Ryamizard, Senin (6/2).
"Karena Kemenkeu memfasilitasi kalau (untuk) kepresidenan langsung ke setneg. Gitu. Jadi waktu kerja, Panglima nggak tahu. Saya juga nggak tahu. Setneg yang tahu," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar