Jakarta - Helikopter AgustaWestland AW-101, yang kontrak pembeliannya dibatalkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, telah dikirimkan ke Indonesia. Komisi I akan membahas soal pengadaan heli buatan Inggris itu dengan Panglima TNI dan Menhan Ryamizard Ryacudu pekan depan.
Pengadaan heli AW-101 menjadi polemik lagi setelah barangnya dikirimkan ke TNI AU, padahal pengadaan disebut sudah dibatalkan. TNI AU sendiri sedang melakukan investigasi soal hal ini.
"Mestinya ada yang mengetahui arena itu. Pasti bukan barang yang kecil, itu barang besar, pasti ada yang mengetahui," ungkap anggota Komisi I Andreas Pareira di gedung DPR, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Pengadaan heli ini berawal pada 2015, ketika TNI AU ingin membeli heli yang peruntukannya buat heli VVIP kepresidenan. Presiden Joko Widodo menolak karena merasa pesawat kepresidenan Super Puma masih cukup laik.
Kemudian, pada akhir 2016, isu pembelian heli AW-101 kembali mencuat. Kali ini TNI AU ingin membelinya dengan beda peruntukan, yakni sebagai pesawat angkut dan SAR. Namun, menurut Menhan Ryamizard Ryacudu, pembayaran heli dilakukan oleh Kementerian Keuangan, yang memfasilitasi Setneg pada pemesanan awal (untuk VVIP kepresidenan).
Kembali menuai kontroversi, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo lalu mengaku membatalkan kontrak pembelian itu. Pengadaan heli tersebut dilakukan saat KSAU masih dijabat oleh Marsekal (Purn) Agus Supriatna.
Gatot lalu membentuk tim investigasi terkait dengan pengadaan heli ini. Meski begitu, ternyata heli AW-101 tetap dikirim dan kini sudah tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto, yang baru saja dilantik, lalu menyelidiki alasan AW-101 tetap dikirim.
"Karena dalam pembelian itu pasti ada pengambilan keputusan, makanya minggu depan di dalam rapat (akan ditanyakan), kami akan lakukan rapat," jelas Andreas.
Politikus PDIP ini mengaku Komisi I tidak memiliki wewenang sampai pada penyusunan jenis atau merek alutsista yang dipilih untuk TNI. Pihak TNI hanya perlu melaporkan mereka membutuhkan alutsista dan akan membelinya untuk masing-masing peruntukan.
"Kita hanya bicara besaran anggaran. Nah, itu konsekuensi dan risiko dari UU APBN kita. Dan misalnya terjadi sesuatu seperti ini, ya kita tidak bisa terlalu jauh menelusuri, kecuali nanti kalau ada rapat ya tentu kita akan pertanyakan siapa yang akan bertanggung jawab," paparnya.
Soal informasi dana pembelian heli ini berdasarkan pesanan dari Setneg, Komisi I juga akan menelusurinya. Meski pada akhirnya pernyataan Menhan soal ini dibantah oleh pihak TNI AU.
"Ya justru itu kan, itu wilayahnya kementerian yang menyangkut pertahanan, itu kan heli angkut kan ya," kata Andreas.
Dia juga belum bisa memastikan apakah pengadaan helikopter seharga USD 55 juta itu menyalahi aturan atau tidak. Untuk itu, kata Andreas, permasalahan ini perlu dimintakan klarifikasi kepada pemerintah.
"Saya nggak tahu, karena sesuai dengan UU, peraturan Menteri Pertahanan, penganggaran itu ada di Kementerian Pertahanan," tutup dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar