Jakarta - Pengadaan Helikopter AgustaWestland AW-101 yang pengadaannya sudah dibatalkan oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo kembali menuai polemik. Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta agar proses pengadaan heli buatan Inggris itu dibuka secara transparan.
"Saya kira ini bukan juga suatu hal baru, miskoordinasi seperti ini. Kadang di dalam satu rumah, di dalam pemerintahan sekaran ini bisa berbeda-beda," ungkap Fadli di Gedung DPR, Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Pengadaan heli ini berawal pada tahun 2015, TNI AU ingin membeli heli yang peruntukkannnya adalah untuk heli VVIP Kepresidenan. Presiden Joko Widodo lalu menolak karena merasa pesawat kepresidenan Super Puma masih cukup laik.
Kemudian pada akhir 2016, isu pembelian Heli AW-101 kembali mencuat. Kali ini TNI AU ingin membelinya dengan beda peruntukkan, yakni sebagai pesawat angkut berat dan juga SAR. Namun menurut Menhan Ryamizard Ryacudu, pembayaran heli dilakukan oleh Kementerian Keuangan yang memfasilitasi Setneg pada pemesanan awal (untuk VVIP Kepresidenan).
Kembali menuai kontroversi, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo lalu mengaku membatalkan kontrak pembelian itu. Pengadaan heli tersebut dilakukan saat KSAU masih dijabat oleh Marsekal (Purn) Agus Supriatna.
Gatot pun lalu membentuk tim investigasi terkait pengadaan heli ini. Meski begitu ternyata Heli AW-101 tetap dikirim dan kini sudah tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto yang baru saja dilantik lalu melakukan penyelidikan mengapa AW-101 tetap dikirim.
"Tinggal bagaimana sekarang ini, kalau mau melihat itu urut-urutannya saja. Dokumennya diurutkan, dari mana, siapa yang memberikan rekomendasi? Siapa yang mengambil keputusan sesungguhnya?" ujar Fadli.
"Jadi dari situ saya kira tidak bisa dibantah lagi siapa sebetulnya yang punya otoritas untuk pengajuan dan pembelian hekikopter tersebut," lanjut politikus Gerindra itu.
Fadli pun melihat ada yang tidak beres dengan proses pengadaan Heli AW-101. Untuk itu ia meminta pihak pemerintah segera merampungkan penyelidikan dan membukanya secara gamblang kepada publik.
"Pasti kepentingan. Bisa terkait dengan jenis pesawat, bisa juga ada motif lain, kita tidak tahu. Yang jelas ada motif kepentingan. Dalam tarik menarik untuk menentukan alutsista yang paling cocok. Saya kira ini harus dibuka secara transparan saja," beber Fadli.
Meski begitu, dia menyatakan tidak ingin terlalu ikut campur mengenai internal TNI maupun Kemhan dalam polemik pengadaan heli itu. Apalagi mengenai soal mekanisme kepemimpinan dalam pembelian alutsista.
"Saya nggak mau mencampuri urusan di dalam. Tapi harusnya ada mekanisme ygangsudah baku dan ini kan bukan pertama kali tentara, TNI membeli alat. Ikuti saja apa yang sudah jadi SOP sesuai aturan yang berlaku," ucapnya.
"Tapi kalau ada terjadi tarik-menarik, itu pasti ada kepentingan. Sekarang tinggal diurut saja dari mana dokumen-dokumen itu adanya seperti apa. Dari situ kita bisa tahu siapa yang mengajukan, siapa yang membeli, siapa yang diuntungkan atau apa," tandas Fadli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar