Jakarta - KPK menuntut anggota DPR nonaktif I Putu Sudiartana dihukum penjara 7 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara. Tuntutan itu mirip dengan yang diberikan jaksa terhadap Mantan Ketua DPD Irman Gusman, yaitu 7 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan penjara.
Apa yang menjadi dasar KPK dalam menuntut seorang di pengadilan?
"Berat ringannya tuntutan atau vonis oleh pengadilan tidak hanya ditentukan nilai indikasi suap yang diterima atau nilai kerugian negara," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (6/2/2017).
Untuk diketahui, Putu sebagai anggota DPR didakwa menerima suap Rp 500 juta dari pihak swasta terkait dengan pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Sumatera Barat dalam APBN-P 2016. Irman yang mejabat ketua DPD didakwa menerima suap Rp 100 juta terkait pengurusan pembelian gula impor di perum Bulog.
"Juga dilihat misalnya apakah terdakwa tersebut berbelit-belit dalam persidangan atau tidak. Dilihat juga faktor yang meringankan dan faktor yang memberatkan. Terutama juga dilihat apakah ada konsekuensi yang cukup luas dari korupsi yang dilakukan," jelas Febri.
Konsekuensi yang dimaksud misalnya ketika korupsi itu dilakukan, kemudian ada indikasi implikasnya pada masyarakat banyak meski nilai korupsinya tidak sebesar kasus lain. Jabatan seseorang juga menurut Febri dapat memperberat tuntutan jaksa atas dugaan korupsi yang dilakukan.
"Orang yang punya jabatan tinggi punya tanggung jawab yang lebih tinggi dengan kewenangan yang dimilikinya. Sehingga meskipun yang bersangkutan nilai indikasi penerimaan suapnya itu tidak sebesar pihak lain, maka pertimbangan itu diambil sebagai bagian kebijakan tuntutan tinggi atau rendah," ungkapnya.
Febri juga menyebut tuntutan untuk Irman Gusman sudah maksimal. Hal itu telah dipertimbangkan dari nilai dugaan suap, hingga jabatan yang dimilikinya saat diduga menerima suap tersebut.
"Ini sudah tuntutan semaksimal mungkin yang kita sampaikan di persidangan dengan berbagai pertimbangan tadi. Pertama yang paling sederhana nilai suap. Kemudian kita lihat pengaruhnya ke masyarakat secara luas. Meski nilai suap Rp 100 juta tapi karena ini terkait sektor strategis, ketahanan pangan tentu jadi pertimbangan termasuk juga jabatannya," ujar Febri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar