Rabu, 01 Februari 2017

Kebijakan Trump Bikin 6 Warga Iran Telantar di Bandara Amsterdam

Amsterdam - Enam warga Iran yang hendak terbang ke Amerika Serikat (AS) telantar tiga malam saat transit di Bandara Schiphol, Belanda. Mereka merasa bingung, marah dan malu karena dilarang masuk ke AS, yang merupakan dampak kebijakan baru dari Presiden Donald Trump. 

"Ini situasi yang sungguh membingungkan dan bertentangan," ucap Pedram (33), seorang warga Iran bergelar doktor saat berbicara via kepada AFP, Rabu (1/2/2017). Pedram berbicara dari area transit Bandara Schiphol, Amsterdam. Pedram hendak terbang ke Detroit, AS, untuk menjalani program beasiswa post-doctoral di University of Pittsburgh selama 12 bulan ke depan. 

Pedram bersama lima warga Iran lainnya, yang terdiri atas seorang mahasiwa PhD dan dua pasangan suami-istri yang hendak mengunjungi anak dan cucu mereka di AS, dibuat tertegun oleh kebijakan imigrasi Presiden Trump yang melarang warga tujuh negara mayoritas muslim, termasuk Iran, masuk ke AS.

Baca juga: Hanya Sepertiga Warga Anggap Kebijakan Trump Bikin AS Lebih Aman

Keenam warga Iran yang awalnya tak saling mengenal ini, sama-sama terbang ke AS via Amsterdam dengan pesawat KLM yang terbang dari Teheran, Iran. Dari Amsterdam, mereka rencananya akan melanjutkan dengan penerbangan sambungan ke berbagai kota di AS.

"Ketika kami terbang dari Teheran, tidak ada pernyataan apapun soal aturan baru Trump. Mereka memberi saya boarding pass dan semuanya baik-baik saja," tutur warga Iran lainnya yang berusia 29 tahun dan seorang mahasiswa PhD yang enggan disebut namanya. 

Namun ketika mendarat di Bandara Schiphol pada Sabtu (28/1) waktu setempat, warga Iran tersebut harus menjalani pemeriksaan keamanan tambahan dan dipisahkan dari penumpang lain. Seorang petugas dari layanan imigrasi AS memberitahu jika dia tidak diperbolehkan terbang ke AS. Dia merasa malu dengan hal ini.

Baca juga: Dampak Kebijakan Imigrasi Trump, Pasangan Suriah Harus Terpisah

Mahasiswa PhD ini hendak terbang ke Minnesota -- yang merupakan kunjungan pertamanya ke AS -- untuk mengikuti penelitian pelestarian air pada salah satu universitas AS selama 6 bulan ke depan. Dia menggunakan visa non-imigran J1 untuk masuk AS. Visa itu didapatkan setelah menghabiskan US$ 2 ribu (Rp 26 juta) dan beberapa kali dalam beberapa bulan pergi ke Dubai dan Armenia, karena tidak ada Kedubes AS di Iran. 

Dengan tidak memiliki visa untuk masuk wilayah Uni Eropa, keenam warga Iran ini harus 'menginap' tiga malam di Bandara Schiphol. Mereka tidur di sofa dan kursi yang ada di area transit bandara. Staf maskapai KLM membantu mereka dengan memberi makanan dan mencarikan tempat untuk mandi.

Staf Kedubes AS dan beberapa pengacara Belanda mengunjungi keenam warga Iran ini. Maskapai KLM telah memesankan tiket pesawat untuk terbang kembali ke Iran pada Selasa (31/1) waktu setempat, namun mereka mengaku belum tahu pasti apakah akan pulang atau tetap tinggal di Amsterdam untuk mengupayakan terbang ke AS.

Baca juga: Tak Bisa ke AS, 3 Warga Iran 3 Hari Terjebak di Bandara Wina

Kasus telantarnya enam warga Iran ini sedang dibahas di parlemen Belanda. "Kekacauan lalu lintas udara yang kita lihat hari ini dan kebijakan ini tidak mungkin membantu dalam memerangi teror. Ini tidak efektif. Ini malah menghancurkan orang-orang," sebut Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koenders. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar