Kamis, 23 Februari 2017

Kemen LHK: Tata Ruang Hutan Banyak Daerah Tak Berpihak ke Rakyat

Bandung - Banyak daerah lebih condong ke korporasi ketimbang kepentingan warga saat mengatur tata ruang hutan. Warga biasanya komplain setelah kawasan tata ruang hutan disahkan.

"Soal review tata ruang (hutan), sebenarnya kawan-kawan Pemda sedikit sekali usulkan kepentingan rakyat. Rata-rata untuk kepentingan korporat. Setelah selesai (tata ruang hutan disahkan) selalu ada komplain dari rakyat," ujar Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) San Afri Awang dalam Dialog Pimpinan KLHK dengan Media di Taman Wisata Alam Telaga Patengan, Ciwidey, Bandung, Jawa Barat, Kamis (23/2/2017).

"Saya ikut diskusi tata ruang mungkin 75 persen dalam tata ruang hutan jarang usulkan kepentingan rakyat," imbuhnya.San Afri memberikan contoh di suatu kawasan hutan terdapat 15 ribu desa kawasan hutan. Dalam review tata ruang hutan, ada kesempatan mengeluarkan 15 ribu desa itu dari kawasan hutan.

"Yang saya perhatikan, kenapa desa-desa itu tidak dikeluarkan dari kawasan tata ruang hutan. Saat review tata ruang, 1 areal hutan tertentu dilepas, kenapa desa-desa tak diusulkan untuk dilepas, selalu areal yang lain yang diusulkan," jelas San Afri.

Kepentingan warga juga seperti menjadikan kawasan hutan sebagai bagian pengembangan infrastruktur seperti jalan atau waduk. Terakhir ini sudah diatasi dengan PP 104/2015 dan PP 105/2015 yang memudahkan pengadaan lahan untuk infrastruktur pemerintah.

Review tata ruang sendiri adalah mekanisme yang diminta Pemda. Pemerintah pusat bisa mengoreksinya melalui tim terpadu yang anggotanya para pakar dari kampus atau lembaga penelitian kredibel, non KLHK. Tim terpadu ini akan memakai metode ilmiah untuk memutuskan permintaan review dari Pemda.

Pengaturan tata ruang hutan suatu daerah diawali dengan janji-janji kampanye calon kepala daerah, dicatat dan dimasukkan dalam program perencana Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Peran KLHK adalah melakukan pendampingan saat pembuatan kebijakan penentuan tata ruang hutan ini.

"Kami mengontrol, bila menyalahi tata ruang maka tidak bisa masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)," tuturnya.

Tantangannya, lanjut dia, ada 170 kabupaten kota yang sedang membutuhkan pendampingan menyusun tata ruang hutan. Di tahun 2017, ada 101 kepala daerah hasil pilkada yang didampingi menyusun RPJMD.

"Beberapa provinsi tidak mengajukan tata ruang hutan karena luas kawasan hutannya kurang dari 30 persen," tuturnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar