Jenewa - Laporan terbaru badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan tentara-tentara Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan bergiliran terhadap warga minoritas muslim Rohingya. Tidak hanya itu, sejak Oktober 2016 militer Myanmar juga membakar desa-desa yang dihuni warga Rohingya.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (3/2/2017), laporan terbaru kantor HAM PBB menyebut operasi militer Myanmar di negara bagian Rakhine 'kemungkinan besar' mengarah pada kejahatan kemanusiaan dan mungkin pembersihan etnis. Hal-hal itu telah dibantah berulang kali oleh Myanmar.
"Membunuh bayi, balita, anak-anak, wanita dan warga lanjut usia; menembaki orang-orang yang melarikan diri; membakar seluruh desa; penahanan massal; kekerasan seks dan pemerkosaan yang sistematis dan besar-besaran; penghancuran makanan dan sumber makanan secara sengaja," demikian bunyi laporan PBB merujuk pada praktik kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer Myanmar.
Baca juga: Bangladesh Ingin Relokasi Rohingya ke Pulau Langganan Banjir
Laporan PBB itu didasarkan pada keterangan saksi mata yang bersedia diwawancarai penyidik PBB. Salah satu wanita Rohingya menuturkan bagaimana bayinya yang masih berusia 8 tahun dibunuh. Wanita Rohingya lainnya mengaku diperkosa tentara Myanmar dan melihat langsung putrinya yang masih berusia 5 tahun dibunuh, saat berusaha mencegah pemerkosaan itu.
"Kekejaman menyedihkan yang dialami anak-anak Rohingya ini sungguh tak tertahankan," sebut Komisioner Tinggi HAM PBB, Zeid Ra'ad al Hussein dalam pernyataannya.
"'Operasi pembersihan' ini kemungkinan besar memicu ratusan kematian," demikian disampaikan dalam laporan PBB itu.
Baca juga: Myanmar Minta Waktu untuk Selesaikan Krisis Rohingya
Lebih lanjut, Zeid menyerukan adanya reaksi keras dari dunia internasional. Dia menegaskan, Myanmar harus bertanggung jawab atas praktik pelanggaran HAM parah terhadap warga Rohingya, yang tidak pernah diakui sebagai warga negaranya.
"Kebencian macam apa yang bisa membuat seorang pria menikam bayi yang menangis karena ingin ASI? Dan untuk ibu menyaksikan pembunuhan anaknya sementara dia diperkosa bergiliran oleh tentara keamanan yang seharusnya melindunginya -- 'operasi pembersihan' macam apa ini?" cetusnya.
Laporan PBB ini dirilis di Jenewa, Austria setelah para penyidik mengumpulkan testimoni yang didapat sejak bulan lalu. Laporan disusun atas testimoni 220 warga Rohingya yang menjadi korban dan saksi mata, dan berhasil melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh.
Baca juga: 65 Ribu Warga Rohingya Lari ke Bangladesh Sejak Operasi Militer
Diperkirakan ada sekitar 66 ribu warga Rohingya yang kabur ke Bangladesh sejak Oktober 2016, saat militer Myanmar melancarkan operasi memberantas para penyerang pos perbatasan mereka. Kantor Kemanusiaan PBB baru-baru ini menyebut ada 69 ribu warga Rohingya yang kabur ke Bangladesh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar