Dalam putusan yang dilansir website MA sebagaimana dikutip detikcom, Sabtu (25/2/2017), majelis kasasi memaparkan kronologi kejadian dan kesalahan Margriet.
Pembunuhan biadab itu terjadi di rumah Margriet di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali, pada 16 Mei 2015. Penganiayaan dilakukan Margriet seorang diri terhadap Engeline di rumahnya. Engeline yang menerima penganiayaan di luar batas kemanusiaan itu hanya bisa merintih kesakitan.
"Sudah Mama, sakit Mama. Cukup Mama...," teriak Engeline dengan suara yang semakin lama semakin melemah.
Rintihan itu terdengar pembantu Margriet, Agus Tay yang baru saja datang. Saat membuka pintu, Agus Tay melihat Engeline sedang dijambak dan kepalanya dibenturkan ke lantai.
"Bu, alasan apa ibu memukul Engeline sampai seperti ini," teriak Agus Tay.
Namun jawaban Margriet di luar dugaan. Margriet meminta Agus Tay tutup mulut dan dijanjikan uang Rp 200 juta.
"Terdakwa memerintahkan Agus Tay menyetubuhi korban namun Agus Tay menolaknya," tutur majelis hakim.
Sejurus kemudian, Margriet meminta Agus Tay menyundutkan api rokok ke punggung Engeline tetapi ditolak. Alhasil, Margriet sendiri yang melakukannya guna memastikan Engeline meninggal dunia.
Margriet selanjutnya menyuruh Agus Tay membungkus jazad korban dengan kain sprei, setelah itu menyuruh Agus Tay memperdalam lubang dekat kandang ayam untuk menguburkan mayat korban dan menimbun kuburan dengan tanah. Lalu Agus Tay disuruh menaruh dan menabur sisa potongan bambu, keranjang dan sisa makanan ayam di atas tanah kuburan.
"Supaya tidak diketahui kalau di situ ada kuburan," cetus majelis yang diketuai hakim agung Andi Samsan Nganro dengan anggota hakim agung Eddy Army dan hakim agung Margono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar