Sabtu, 17 Desember 2016

Prajurit Perempuan Asing Anti-ISIS

Ivana Hoffman lahir di Jerman dan mati di luar Kota Tal Tamr, barat laut Suriah. Lahir dari pasangan Afrika Selatan persis 21 tahun lalu, Ivana tumbuh besar di Jerman. Setahun lalu, bersama milisi perempuan asal Kurdistan, YPJ, Ivana terlibat baku tembak melawan milisi Negara Islam alias ISIS. Ivana kena tembak dan tewas.

Tak ada darah Suriah atau Irak mengalir dalam tubuh Ivana. Tapi dua tahun lalu, gadis asal Kota Duisburg, Jerman, itu datang secara sukarela menceburkan diri dalam kubangan perang di Suriah. Dia datang dengan membawa bendera Partai Komunis Marxis Leninis Turki (MLKP). Tak terang benar bagaimana Ivana bergabung dengan partai kiri di Turki ini.

Tak punya sangkut paut dengan Suriah, dalam video yang dia unggah ke YouTube, Ivana mengaku bertempur melawan ISIS “demi memperjuangkan kemerdekaan dan kemanusiaan” serta “mempertahankan revolusi”. Selama di Suriah, menurut Guardian, Ivana memakai nama samaran Avasin Tekosin Gunes.

“Kami tak pernah berpikir untuk pulang ke rumah.”
Ivana bukan perempuan asing pertama di medan perang Suriah dan Irak yang bergabung dengan milisi anti-ISIS. Pada November 2014, Gill Rosenberg, mantan anggota staf di Pasukan Pertahanan Israel (IDF), menyeberang ke Suriah lewat Yordania. Perempuan kelahiran Kanada itu bergabung dengan milisi YPJ di Rojava, Suriah.

Kabar soal pembantaian massal keturunan Yazidi di Irak dan pemerkosaan perempuan-perempuan tawanan ISIS membuat Gill sukarela mempertaruhkan nyawa di Suriah.


Hanna Bohman
Foto: Merkur

“Bagiku, ada beda antara perang biasa dan genosida,” kata Gill kepada Times of Israel. Kendati dia seorang perempuan Yahudi, hal itu tak jadi soal bagi teman-temannya di Rojava. Gill tak perlu menyembunyikan identitasnya sebagai warga Israel. “Bagi orang-orang Kurdi, kedatangan relawan asing, apalagi seorang perempuan, menjadi suntikan moral bagi mereka…. Selama ini mereka merasa bertarung sendirian melawan ISIS.”

Setelah berbulan-bulan bahu-membahu dengan milisi perempuan YPJ menggempur ISIS, pertengahan 2015 Gill pulang ke Israel. “Sebenarnya aku merasa sangat berat meninggalkan teman-temanku di sana…. Mereka orang yang baik, mereka juga saudara kita,” kata Gill kepada Ynet. Tapi makin kuatnya pengaruh Iran di lapangan membuat dia memutuskan pulang.

* * *

Di Kanada, namanya adalah Hanna Bohman, 46 tahun. Dia pernah bekerja sebagai fotomodel. Di Rojava, dia dikenal dengan nama Tiger Sun.

Hanna terbang ke Suriah dari Kanada pada awal 2014 untuk bergabung dengan milisi perempuan YPJ. “Tak ada kejadian khusus yang menarikku berangkat ke sana,” kata Hanna kepada National Post. Perjuangan orang-orang Kurdistan mempertahankan wilayahnya dari invasi ISIS-lah yang membuat dia memutuskan terbang ke Rojava. “Aku benar-benar percaya pada perjuangan mereka.”


Shaelynn Jabs asal Alberta, Kanada
Foto: Edmonton Journal

Tanpa modal latihan militer, Hanna datang ke Rojava lewat Irak. Beberapa hari berlatih menggunakan senapan bersama YPJ jadi modalnya pergi ke medan tempur melawan ISIS. Sebagian hari-harinya di Rojava sebenarnya sangat membosankan dan tak menyeramkan.

“Aku biasa bangun pukul 5 pagi, kemudian sarapan bersama yang lain. Menunya sebagian besar vegetarian…. Mereka adalah prajurit petani. Sebagian besar makanan itu juga pemberian orang,” kata Hanna. “Kondisi di sini tak seperti yang dibayangkan orang…. Kami tak terus-menerus ada dalam kondisi antara hidup dan mati, hidup di tengah hujan peluru.”

Hanya beberapa bulan di Rojava, berat badan Hanna susut lebih dari 15 kilogram. Makan tak beraturan dengan menu ala kadarnya serta kegiatan fisik yang lumayan berat menguras energi Hanna. Lantaran kondisi fisiknya kurang prima, dia memutuskan rehat sejenak dari perang di Suriah. Hanna sempat pulang kampung ke Vancouver, Kanada, selama beberapa bulan. Begitu kondisi fisiknya pulih, dia memilih kembali lagi ke Rojava.


Prajurit anggota milisi Kurdistan YPG berjaga di luar Kota Kobane, Suriah, pada Juni 2015.
Foto: Ahmet Sik/Getty Images

Kanada yang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar