Jakarta - Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai ketua umum Partai Hanura periode 2016-2020. Namun jabatan baru OSO itu dipersoalkan terkesan tiba-tiba.
"Misal orang dengan instan menjadi ketum itu menunjukkan bahwa ada jenjang karier itu tidak berjalan dengan baik. Seharusnya kan kalau jenjang karier berjalan dengan baik, orang-orang yang membangun karier sebagai anggota partailah yang mempunyai kesempatan besar untuk menjadi ketum dibandingkan orang yang baru masuk," kata Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes ketika dihubungi, Rabu (21/12/2016) malam.
Menurut Arya, seharusnya jenjang karier di sebuah partai politik harus jelas. Hal itu dimaksudkan agar kader-kader yang memang telah berjuang dari awal bisa mendapatkan kesempatan yang sama.
"Orang-orang yang membangun karier sebagai anggota partailah yang mempunyai kesempatan besar untuk menjadi ketum dibandingkan orang yang baru masuk. Semua kader memiliki kesempatan sama, bukan kemudian ada keistimewaan pada orang-orang tertentu misal orang itu dekat dengan ketum atau orang itu punya duit atau orang itu populer. Tidak ada keistimewaan pada siapa pun," ujar Arya.
Pengukuhan OSO sebagai Ketum Hanura terungkap dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Hanura 2016 pada Kamis dini hari. Putra daerah Kayong Utara itu dipilih secara aklamasi.
OSO juga bercerita ajakan dirinya untuk bergabung ke Hanura berasal dari Gede Pasek Suardika. Dia menambahkan ada 9 anggota DPD mengatakan dirinya bergabung ke Hanura.
"Ini saudara Pasek adalah orang pertama yang menyuruh saya gabung ke Hanura. Kemudian ada sembilan anggota DPD dari sembilan daerah atau sembilan provinsi yang menyatakan dirinya di DPD untuk bergabung dengan Hanura," jelas OSO.
Dengan demikian, OSO resmi menjadi Ketum Hanura. Dirinya menggantikan Wiranto yang menyatakan ingin berkonsentrasi penuh sebagai Menko Polhukam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar