Sabtu, 08 April 2017

Perusakan Situs Majapahit: 'Ada saksi yang Diancam dengan Pistol'

Jakarta -
Sebuah situs bersejarah berupa struktur batu bata yang diduga peninggalan Kerajaan Majapahit di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, dilaporkan mengalami kerusakan akibat dijarah sekelompok orang.
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCG) Jawa Timur, yang telah menurunkan timnya ke lokasi kejadian, Sabtu (08/04) siang, membenarkan adanya perusakan situs cagar budaya tersebut dan tengah menelusuri kejadian tersebut.
"Saat ini saya berada di lokasi kejadian. Kami sedang melakukan pendataan dulu, dan kami akan mengajak Polsek Trowulan untuk ikut melihat kondisinya, dan kita akan menelusuri (siapa yang menjarahnya)," kata Kepala BPCG Jawa Timur, Andi Said kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Sabtu siang.
Seorang warga Kota Mojokerto, Deni Indianto, Sabtu (08/04), mengunggah sebuah foto di laman Facebooknya yang memperlihatkan sejumlah orang menjarah potongan batubata dari struktur bangunan bersejarah di Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto.
Dalam foto itu, terlihat pula sebuah truk yang menampung potongan-potongan batu bata yang diduga bagian dari struktur batubata bersejarah tersebut.
Unggahan foto ini menimbulkan reaksi kemarahan masyarakat setelah disebarkan oleh ahli arkeologi dari Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono, melalui laman Facebooknya, Sabtu pagi.
Sebagian di antara mereka kemudian meminta otoritas terkait, seperti polisi setempat, pemerintah kota setempat serta Balai Cagar Budaya Jawa Timur dan Mojokerto untuk segera bertindak cepat.
'Diancam dengan pistol'
Kepada BBC Indonesia, Deni Indianto, yang mengunggah pertama kali foto tersebut ke Facebook, mengaku peristiwa itu diabadikan oleh temannya pada Jumat (07/04) di sebuah lokasi yang kaya situs bersejarah di Desa Kemitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto.
"Teman saya itu takut untuk mengupload sendiri (ke Facebook). Karena, selama ini ada yang diintimidasi (kalau ada yang melaporkan). Kita hanya bisa share (membagi ke Facebook) untuk diperhatikan," ungkap Deni yang juga anggota komunitas peduli situs peninggalan Mojopahit.
Dia kemudian menceritakan pengalaman anggota komunitasnya yang pernah "diancam" oleh orang-orang yang disebutnya menjarah atau merusak situs bersejarah peninggalan Kerajaan Majapahit.
Saat itu, sambungnya, mereka hendak memotret aktivitas penjarahan tersebut. "Yang datang kemudian preman, (lalu) mengintimidasi, tidak boleh memfoto (di lokasi penjarahan). Kadang sampai ditodong pistol," ungkap pria kelahiran 1979 ini.
Deni mengaku berulangkali mendatangi situs bersejarah tersebut yang letaknya kira-kira 100 meter dari salah-satu situs penting peninggalan Majapahit, yaitu Candi Tikus. "Kebetulan rumah saya tidak jauh dari lokasi itu," ungkap Deni yang sehari-hari bekerja sebagai pemahat.
BPCG Jatim: Sebagian besar sudah hilang
Dari temuan sementara, menurut Kepala BPCG Jawa Timur, Andi Said, sebagian besar struktur batu bata kuno itu sudah hilang. "Masih ada yang tersisa (struktur batu bata) di dalam tanah, tapi sebagian besar sudah hilang, sudah diangkut," ungkapnya.
Dia membenarkan bahwa dari temuan batu bata yang tersisa, ukurannya sama dengan batu bata peninggalan Majapahit. "Ukurannya besar. Kami juga temukan batu yang berelief," ungkapnya.
Menurutnya, kasus pengrusakan situs-situs bersejarah yang diduga peninggalan Majapahit selama ini sudah sering terjadi. "Hampir setiap minggu, ada laporan seperti ini."
Andi Said tidak meyakini bahwa pengrusakan situs ini dilakukan pada Jumat (07/04). Hal ini didasarkan keterangan warga yang tinggal tidak jauh dari lokasi kejadian.
"Masyarakat di sekitar sini menceritakan kejadiannya sudah tiga pekan lalu," kata Andi. Masyarakat yang dimaksud adalah para pembuat bata yang bekerja tidak jauh dari lokasi kejadian.
Lagipula, "sisa-sisa bekas jalan sudah kering semua, tidak mungkin kemarin terjadi."
Warga setempat, lanjutnya, tidak mengetahui persis mau di bawah kemana batu bata hasil jarahan itu. "Mau dijual, tetapi mereka tidak tahu mau dibawa ke mana batu bata itu."
Bagaimanapun, Andi Said mengatakan seharusnya struktur batu bata di Desa Tumikir itu harus dilindungi, walaupun belum diketahui secara persis fungsi dari struktur batu bata tersebut. "Karena ini masuk cagar budaya."
Dia mengatakan bahwa pihaknya dan jajaran di bawahnya sudah memberikan sosialisasi bahwa kawasan yang letaknya tidak jauh dari Candi Tikus ini merupakan kawasan cagar budaya yang tidak boleh diganggu.
Arkeolog: Bentuk unit reaksi cepat!
Dihubungi secara terpisah, ahli arkeologi dari Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono mengatakan, terungkapnya kasus perusakan salah-satu situs bersejarah di kawasan Trowulan dan sekitarnya merupakan sesuatu yang ironis.
"Tentu pihak dan otoritas setempat sangat tahu (situs bersejarah). Masak gajah di pelupuk mata, masak tak tampak," kata Dwi Cahyono, mengutip sebuah peribahasa, saat dihubungi BBC Indonesia melalui sambungan telepon, Sabtu siang.
Dia kemudian mendesak agar semua pihak terkait, mulai kepolisian, pemerintah kota Mojokerto dan BPCG setempat untuk bertindak cepat.
"Untuk menangani (secara cepat) yang darurat semacam ini, harus cepat. Tapi tindakannya sangat terlambat," kata Dwi Cahyono.
Dwi meminta semua pihak terkait untuk tidak saling menunggu ketika muncul kasus-kasus perusakan situs bersejarah. "Jangan terjebak pada prosedur administratif yang membelenggu untuk bergerak," katanya lagi.
Memperhatikan foto yang beredar tersebut, Dwi Cahyono meyakini bahwa yang "dijarah" adalah batu bata bersejarah dari struktur yang ada dan bukan pasir atau tanah di sekelilingnya.
Kenyataan inilah yang sangat disayangkan oleh Dwi Cahyono. "Struktur (batu bata) itu masih memungkinkan bisa dikejar, apakah (struktur) itu bagian dari waduk kuno Kumitir. Struktur itu dapat memberikan petunjuk," paparnya.
Dia juga memastikan struktur batu bata itu adalah bagian dari situs kerajaan Majapahit. Dia menduga reruntuhan itu berusia lebih dari 500 tahun. "Sehingga temuan di Kumitir itu bagian dari area bagian dalam kadatuan Majapahit," ungkapnya.
Kasus perusakan situs bersejarah peninggalan Majapahit ini bukanlah yang pertama, kata Dwi Cahyono.
"Karena itulah saya mengusulkan semacam URC, unit reaksi cepat dari BPCG. Sehingga kalau ada yang darurat-darurat semacam ini, bisa bergerak cepat," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar