Sabtu, 08 April 2017

Cerita Devi Terkilir Saat Fitnes yang Berujung Gugatan Rp 1 Miliar

Jakarta - Niat hati ingin menjadi sehat. Tetapi gara-gara kesalahan arahan personal trainer, kaki Devi malah terkilir. Gugatan dilayangkan tapi kandas.

Awalnya, Devi tidak terlalu tertarik ikut fitnes. Tapi karena dibujuk, Devi akhirnya datang ke tempat fitnes yang cukup terkenal di sebuah mal di Jakarta Selatan pada Juni 2015.

Kedatangan pertama sebagai trial fitness dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pihak pengelola fitnes untuk meyakinkan Devi. Kartu kredit pun berpindah tangan. Devi akhirnya ikut paket fitnes untuk satu tahun ke depan.

Setelah membayar paket fitnes satu tahun, Devi didatangi petugas yang menyatakan perlunya Devi didampingi personal trainer agar lebih maksimal. Uang Devi kembali terkuras untuk membayar personal trainer.

Empat kali fitnes, ternyata personal trainer tidak mendampingi dengan alasan ada halangan. Pada kedatangan kelima, seorang personal trainer mengarahkan Devi untuk latihan tinju/boxing. 

Devi sempat menolak tetapi personal trainer itu tetap meminta Devi untuk boxing. Sayang, personal trainer tidak mengarahkan kuda-kuda yang tepat saat boxing. Sehingga saat uppercut, lutut Devi terkilir. Sakit luar biasa. 

Pihak pengelola fitnes lalu mengompres lutut Devi dengan es batu yang baru dibeli. Tanpa pertolongan yang memadai, Devi diantarkan pulang ke rumah dan disarankan untuk ke pijat tradisional.

Devi kemudian dipijit ke tukang urut tradisional sore harinya. Bukannya semakin membaik, lutut Devi semakin membengkak. Hari-hari berikutnya, Devi harus menahan kesakitan. Devi kemudian chek up ke dokter di sebuah rumah sakit di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Selanjutnya, Devi dirawat di RS Fatmawati pada 28 Juni 2015-2 Juli 2015 untuk pemulihan lututnya. Setelah itu, ia harus rawat jalan selama dua bulan. Gara-gara banyak minum obat, Devi akhirnya terkena radang lambung dan harus kembali ke rumah sakit dan menginap selama lima hari.

Adapun untuk kakinya, Devi pindah berobat ke RS Siloam Kebon Jeruk. Tindakan tersebut dilakukan berkali-kali hingga Februari 2016.

Dengan banyaknya penderitaan di atas, maka Devi meminta pihak pengelola fitnes ikut bertanggung jawab. Tetapi setelah cara kekeluargaan ditempuh tak membuahkan hasil, Devi terpaksa menunjuk pengacara untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.

"Kerugian materil Rp 210 juta dan kerugian immateril Rp 1 miliar," ujar Devi sebagaimana dikutip dari putusan PN Jaksel, Minggu (9/5/2017).

Rp 210 Juta itu dihitung dari total biaya berobat dan pembayaran fitnes. Sedangkan imateril Rp 1 miliar karena beban, waktu, tenaga yang terkuras dan kemungkingan cacat atau kekurangan kemampuan dalam beraktifitas.

Tapi sayang, gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tersebut kandas. Alasannya, berdasarkan surat perjanjian keanggotaan fitnes, segala hal yang timbul diselesaikan lewat arbitrase. Pasal 23 Ketentuan dan Persyaratan Keanggotaan menyebutkan:

Semua perselisihan yang muncul yang berhubungan dengan perjanjian ini, yang mencakup segala keabsahan tak terbatas pada semua pertanyaan mengenai keberadaannya, keabsahan, pengakhiran dari hak dan kewajiban kedua belah pihak, serta eksistensi dari perjanjian ini sendiri dan tidak bisa diselesaikan secara damai, akan diteruskan melalui jalur hukum di bawah Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau organisasi setara lainnya.

Di sisi lain, Pasal 3 UU Nomor 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan:

Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.

"Menyatakan PN Jaksel tidak berhak mengadili perkara a quo," putus majelis yang diketuai Udjiati dengan anggota Agus Widodo dan Sohe. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar