Sabtu, 15 April 2017

Setahun Pengungsi Suriah di Bawah Naungan Paus

JakartaCNN Indonesia -- Bermandikan terik matahari Italia, warga Suriah yang diselamatkan Paus Fransiskus dari kamp penampungan setahun lalu, kini mulai merasa seperti di rumah sendiri, merasakan pahit manis kehidupan di Eropa.

Kini, alih-alih mengkhawatirkan ancaman kekerasan, mereka mulai dipusingkan masalah-masalah yang dialami para warga lokal: bagaimana caranya mencari pekerjaan tetap di negara yang dilanda pengangguran.

Kehidupan 12 pengungsi itu berubah drastis: setelah tertahan selama seminggu di pulau Lesbo, Yunani, tahun lalu, pada satu malam mereka ditawari kesempatan untuk menetap di Italia dan sehari setelahnya, 16 April, Paus mengunjungi sekaligus menawarkan perlindungan.


"Saat itu kami tidak punya waktu untuk pikir-pikir," kata Nour, perempuan berusia 32 tahun yang ada di antara belasan pengungsi itu, mengenang.

Ia melarikan diri dari peperangan Suriah dengan suaminya, Hassan, dan berencana untuk pergi ke Perancis karena Nour mendapatkan gelar master mikrobiologi tanaman di Montpellier. Pasangan itu tidak pernah sekali pun memikirkan untuk menetap di Italia, sebelum akhirnya memutuskan untuk menyambut ajakan Paus.

Pengungsi Suriah yang kini berada di Italia, tidak bisa begitu saja bernapas lega. Mereka tak lagi berpikir soal kekerasan, melainkan mencari pekerjaan di negara yang dilanda pengangguran.Pengungsi Suriah yang kini berada di Italia, tidak bisa begitu saja bernapas lega. Mereka tak lagi berpikir soal kekerasan, melainkan mencari pekerjaan di negara yang dilanda pengangguran. (REUTERS/Laszlo Balogh)

Hidup Damai


Kunjungan Paus ke Yunani bertujuan untuk menyoroti kebutuhan ribuan pengungsi yang melarikan diri ke daratan Eropa.

Pria berdarah Argentina yang telah berulang kali mengecam negara-negara Barat karena bersikap cuek terhadap para pengungsi ini menjadikan kepentingan imigran sebagai salah satu tema penting dalam kepausannya.

Vatikan membiayai tiga keluarga Muslim untuk dirawat oleh komunitas Katolik Sant'Egidio, salah satu panitia 'koridor kemanusiaan' yang telah membawa sekitar 700 orang ke dalam perlindungan Eropa.

Dalam sekejap mata, mereka diberikan akomodasi dan pelajaran bahasa Italia intensif, sementara anak-anaknya disekolahkan.

Mereka diberikan status pengungsi setelah beberapa bulan berada di Italia dan menjalani 'hidup aman', kata Nour, sembari memandang anaknya,RIAD, dengan penuh kasih sayang. Bocah berusia tiga tahun itu tampak asyik menyantap es krim stroberi besar.


Pada Maret, ia mendapatkan pekerjaan sebagai ahli biologi di Rumah Sakit Bambino Gesu di Roma. Sementara itu, para ibu di dua keluarga lainnya bergabung dengan agen pembantu rumah tangga.

Namun Hassan, sebagai seorang juru kebun ahli, mesti alih profesi dan bekerja beberapa hari dalam seminggu di sebuah bengkel.

"Saya mengkhawatirkan, seperti orang-orang lainnya, cara untuk menjalani kehidupan, mencari pekerjaan (untuk Hassan)," ujarnya dalam bahasa Italia.

Namun, dalam negara di mana tingkat pengangguran masih di atas 11 persen, meningkat persen di kalangan anak muda, dia mengakui bahwa "ini bukan hanya ketakutan saya saja, tapi semua warga Italia."

Kabar baiknya, kekhawatiran soal sanak saudara di Suriah sudah tidak lagi mengganggu karena orang tua Hassan dan tiga adiknya telah sampai di Naples, dua bulan lalu, melalui koridor kemanusiaan.

Keluarga Nour, sementara itu, diperkirakan akan diberangkatkan ke Perancis dalam beberapa pekan ke depan.

Nour dan putranya, Riad, pengungsi dari Suriah yang setahun terakhir tinggal di Italia di bawah lindungan Paus.Nour dan putranya, Riad, pengungsi dari Suriah yang setahun terakhir tinggal di Italia di bawah lindungan Paus. (AFP PHOTO / FILIPPO MONTEFORTE)

Problem Jerawat dan Bahasa

Pada Agustus, Paus mengundang para tamu dari Suriah itu untuk makan siang di Vatikan.

"Paus mengubah hidup kami pada suatu hari. Ini adalah contoh nyata bagi semua orang beragama, dia menggunakan agama untuk melayani sesama," kata Nour yang juga mengaku tersentuh saat mengetahui Paus mengingat namanya, ketika bertemu lagi di Februari.

Daniela Pompei dari Sant'Egidio, yang menemani para warga Suriah itu sejak kedatangan mereka, mengatakan proses integrasi berjalan sukses.


"Tujuan kami kini adalah untuk membuat para keluarga itu mandiri, agar bisa menghidupi diri sendiri," ujarnya.

Perjalan Abdelmajid, 16, dan Rachid, 19, tidak bisa dikatakan mudah, kendati mereka sudah terlepas dari ancaman bom dan serangan udara.

Sementara bocah-bocah yang lebih muda mudah menyerap bahasa baru, para remaja ini sudah terlampau dewasa dan kesulitan berbicara bahasa Italia.

Belum lagi, keduanya mengalami masalah yang dialami banyak warga Italia sepantaran mereka: ingin mengunjungi dokter kulit untuk mengobati jerawat.

Riad, yang belum paham permasalahan anak remaja, berlari-lari dengan ceria sementara es krimnya mencair di tangan.

"Saya senang anak saya sudah bisa menjalani hidup seperti anak-anak lain yang sepantaran," kata Nour.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar