Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU Nomor 35/2009 tentang Narkotika menggelar diskusi publik. Mereka menganggap dimasukkannya UU Narkotika dalam RUU KUHP tidak tepat guna.
Menurut Yohan Misero dari LBH Masyarakat, regulasi UU Narkotika sudah sangat kompleks dan meletakkannya dalam aturan pidana secara terpisah justru akan membuat kekacauan hukum pada taraf implementasi.
"Regulasi yang sudah kompleks ini akan menjadi tidak komprehensif dan rawan akan kekacauan hukum. Karena akan memperumit regulasi yang sudah ada, di mana hanya akan meningkatkan stigma pengguna narkoba sudah 'evil from before' dan disamakan dengan tindak pidana lainnya," papar Yohan di Kekini Cafe, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2017).
Sementara pembicara lainnya yaitu Alfiana dari Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) menuturkan pemerintah seharusnya merubah strategi permasalahan narkotika. Ia juga mengkampanyekan #PenjaraBukanSolusi bagi pengguna narkoba.
"Seharusnya pemerintah dan BNN merubah strategi untuk permasalahan narkoba, betul Indonesia sudah menjadi rambo bagi narkoba dengan hukuman matinya, dan bukan pula ditujukan ke pengguna narkoba yang seharusnya direhabilitasi," ujar Alfiana.
Dalam penelitiannya, Alfiana menyebut kasus narkoba menjadi penyumbang terbesar overkapasitasnya lapas dan rutan. Bahkan dari 66 ribu kapasitas rutan dan lapas pada tahun 2016, 119 ribunya merupakan kasus narkotika.
"Ada 119161 kasus narkotika dan berbanding jauh dengan kapasitas rutan atau lapas yang hanya bisa menampung 66 ribu saja. Alih-alih memenuhi target merehabilitasi 1000 pengguna narkoba malah menjadikan pengguna narkoba sebagai target untuk dipidana," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar