Nasir mengakui masih banyaknya lulusan yang menekuni pekerjaan tak sesuai dengan ilmu yang digelutinya di bangku kuliah, seperti insinyur menjadi politikus.
"Kaitannya dengan perguruan tinggi, kami lihat pekerjaan lulusannya sudah sesuai bidangnya apa belum? Bukan hanya lulusannya yang sudah bekerja. Insinyur jadi politisi berarti 'kesasar'," ujar Nasir di Rapat Kerja Nasional Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia di Semarang, Sabtu (18/3), seperti dikutip dari Antara.
Nasir mencontohkan lulusan perguruan tinggi di bidang keinsinyuran, seperti Fakultas Teknik (FT) tentunya pas jika lulusannya terjun di bidang teknik, demikian pula bidang-bidang lainnya.
Lihat juga:Menristek Datangi Universitas Trisakti |
Nasir mengatakan bahwa untuk jurusan yang menghasilkan bidang-bidang keprofesian tertentu, seperti insinyur dan dokter semestinya didorong agar lulusannya menekuni keprofesiannya secara baik.
Demikian pula dengan yang terjadi di kalangan sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan bidang keahlian tertentu, seperti pertanian semestinya didukung pengajar yang sesuai bidangnya.
"Di SMK pertanian, misalnya. Mestinya, memiliki tiga kelompok guru, yakni normatif, adaptif, dan produktif. Normatif itu yang mengajar pelajaran utama, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris," kata Nasir.
"Yang produktif, seperti pengajaran sistem bertanam. Namun, yang ngajarkan guru Biologi, yang ngajar pascapanen ternyata juga guru Biologi, karena tidak ada guru yang lulusan pertanian," lanjutnya.
Menurut Nasir, kalau untuk jenjang SMK secara umum, termasuk yang dulunya sekolah menengah ekonomi atas atau SMEA sudah cukup baik, tetapi untuk SMK bidang tertentu, seperti pertanian masih menjadi masalah.
"Makanya, kami perlu dorong lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang mencetak guru-guru," tutur Nasir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar