Penegasan ini disampaikan Soni saat menghadiri musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) kota administrasi Jakarta Selatan tahun 2017.
"Proses ini adalah proses perkawinan antara bottom up planning and top down policy. Maka titik terminal antara keduanya, Pak Tri (wali kota Jaksel) ini yang jadi juru kawinnya. Jadi aspirasi dari bawah diterima, dari atas juga, sehingga titik temunya itu ada di kota," kata Soni dalam sambutannya di Kantor wali kota Jaksel, Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan, Senin (20/3/2017).
Soni menyebut aspirasi masyarakat dan rencana program bisa berbeda. Karena itu Pemkot Jaksel diminta tanggap dengan kondisi wilayahnya agar program yang dibuat sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
"Masyarakat punya aspirasi, pemerintah juga punya kepentingan, jadi ini harus disatukan. Nanti aspirasi yang dari bawah mengenai ada atap bocor, jalan rusak, tempat sampah, kalau bisa diselesaikan di tingkat RT, RW, kelurahan atau kecamatan ya diselesaikan di sana saja. Tidak perlu dibawa sampai tingkat kota. Jadi nanti secara selektif jumlah aspirasi yang sampai ke kota akan berkurang, supaya pekerjaan juga menjadi lebih efektif," imbuh Soni.
Soni mengatakan bottom-up planning digunakan ketika menghadapi berbagai aspirasi masyarakat dari bawah. Sedangkan top down policy digunakan untuk menampung aspirasi pemerintah secara nasional.
"Usulan peningkatan kualitas hidup enggak akan datang dari bawah, aspirasinya paling got kotor, atap bocor, macet, ya kita pahami karena itulah yang mereka lihat dan rasakan. Di bawah enggak akan muncul kepentingan kualitas hidup, karena kualitas hidup itu indeksnya mutu manusia, diproyeksikan dalam pendidikan dan kesehatan, jadi mesti top down policy," imbuhnya.
"Maka, tugas wali kota harus memahami aspirasi dari bawah dan dari atas dan mengawinkan dua aspirasi itu untuk pembangunan yang optimal," imbuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar