Rabu, 29 Maret 2017

Ini 2 Hal yang Digugat Senator DPD ke MA Soal Jabatan Pimpinan

Jakarta - Sejumlah senator mengajukan uji materi mengenai tata tertib baru DPD mengenai masa jabatan pimpinan DPD yang dipangkas dari 5 tahun menjadi 2 tahun 6 bulan. Para anggota DPD yang mengajukan judical review ke Mahkamah Agung (MA) tidak sepakat meski pemangkasan masa jabatan itu sudah diketok dalam paripurna dan dimasukkan ke dalam tatib DPD.

Salah satu yang mengajukan gugatan ke MA adalah Anang Prihantoro. Dia menyatakan, setidaknya ada 6 orang senator yang bersama-sama melakukan judical review.

"Judical review ke Mahkamah Agung soal dua hal. Terkait dengan masa jabatan pimpinan yang semula 5 tahun kemudian menjadi 2,5 tahun berdasarkan hasil paripurna. Kedua terkait dengan masa berlakunya ketentuan itu," ungkap Anang dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (29/3/2017).

Baca Juga: Masa Jabatan 2,5 Tahun, DPD Pilih Pimpinan Baru 3 April

Menurut Anang, perubahan masa jabatan pimpinan DPD itu dalam tatib disebut berlaku surut. Artinya aturan baru itu juga berlaku bagi pimpinan yang sebelum periode ini juga sudah menjabat pimpinan DPD. Dalam hal ini, pimpinan yang akan terkena imbasnya adalah Wakil Ketua DPD GKR Hemas yang pada periode 2009-2014 juga menjadi pimpinan.

"Saya pansus tatib, saya juga anggota, sejak awal terjadi keterbelahan di dalam pansus tatib. Sejak awal saya tidak setuju. Atas dua hal itu tidak ada kata sepakat di pansus dan dibawa ke paripurna," kata Anang.

"Dalam paripurna suara terbanyak mengatakan masa berlakunya mundur, mulai dari masa keanggotaan dulu, kemudian menjadi 2,5 dari 5 tahun. Atas dua hal itu, kami beberapa orang mengajukan JR karena mestinya masa jabatan pimpinan itu sama dengan masa keanggotaan," imbuhnya

Baca Juga: Senator Asal Yogya Keberatan soal Jabatan Ketua DPD 2,5 Tahun

Anang menyebut tatib DPD itu menyalahi peraturan perundang-undangan. Menurutnya, tata tertib tidak seharusnya mengatur masa jabatan pimpinan. Ia juga mengatakan pemangkasan masa jabatan pimpinan DPD tidak bisa dibenarkan.

"Tatib itu mestinya tidakBOLEH mengatur masa jabatan pimpinan. Di dalam UU P3 (Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) itu kewenangan mengatur masa jabatan pimpinan negara itu UU, bukan tatib. Jadi tatib melampaui itu. Masa jabatan pimpinan sama dengan keanggotan," terang Anang.

"Sementara SK Ibu Ratu (Hemas) dan SK Pak Farouk (Wakil Ketua DPD) itu bukan sampai dengan 2017, tapi sampai dengan 2019. 5 tahun, sama dengan lembaga lain. DPR, MPR, DPRD. Kecuali ada tersangkut kasus hukum seperti dengan Pak Irman Gusman (mantan ketua DPD, red)," sambungnya.

Disebutkan Anang, MA sendiri sebenarnya sudah pernah menyampaikan pendapat mengenai masa jabatan pimpinan DPD. Pendapat MA itu sesuai dengan pengajuan judical review yang diajukan sejumlah anggota DPD tersebut.

"MA juga punya pendapat, sudah pernah mengajukan pendapat terhadap pansus DPD, bahwa masa jabatan pimpinan DPD itu tetap 5 tahun, bukan 2,5 tahun," ujar Anang.

Baca Juga: MA Diminta Keluarkan Putusan Soal Masa Jabatan Pimpinan DPD RI

Senator asal Lampung ini pun menyatakan, apabila memang masa jabatan pimpinan DPD diatur hanya 2,5 tahun, itu semestinya berlaku untuk periode ke depan atau minimal periode DPD saat ini. Anang menyebut, pemberlakuan dengan masa surut seperti itu baru pertama kali terjadi di Indonesia.

"Mestinya itu tidakBOLEH berlaku surut, masak masa jabatan seseorang dimulai dari yang lalu. Yang boleh berlaku surut itu hanya pelanggaran hukum berat. Misalnya begini, MPR menyepakati atas paripurna MPR, presiden masa jabatannya 2,5 tahun, mulai kapan? Mulai dulu, berarti presiden masa jabatannya sekarang sudah habis. Kan nggak ada ceritanya seperti itu," bebernya menganalogikan.

Untuk itu aturan yang dibuat DPD dianggap sangat tidak logis. Para senator yang mengajukan judical review akan berjuang untuk itu.

"Jadi soal masa jabatan dari 5 menjadi 2,5 tahun, dan pemberlakuan ketentuan itu. Berlaku surut tidak pernah terjadi dan tidak dibenarkan," tegas Anang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar