Depok - Pihak Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 5 Depok membantah adanya pemaksaan pembayaran iuran sumbangan bulanan. Pihak sekolah juga mengklaim tidak melarang siswa yang belum membayar iuran untuk mengikuti ujian.
"Nggak, semua diwajibkan mengikuti (ujian), nggak ada yang tidak. Jadi anak yang belum bisa berpartisipasi bayar (iuran) tidak ada sekolah melarang atau memberikan denda kepada anak-anak. Jadi tetap semuanya harus ikut," terang Wakapolsek SMAN 5 Depok Tri Andoyo saat ditemui wartawan di lokasi, Senin (6/3/2017).
Namun Tri mengakui soal adanya denda Rp 5.000 yang dibebankan kepada murid yang telat membayar iuran bulan. Tetapi ia mengklaim tahun ini aturan tersebut sudah dihapus.
"Pernah didenda, tapi itu juga dikembalikan ke kelasnya dan itu nggak banyak, paling cuma berapa orang. Pada waktu itu disepakati, (uang) denda untuk beli perlengkapan di kelas, misalnya untuk beli sapu. Paling juga satu-dua orang satu kelas," sambung Tri.
Ia menyampaikan siswa yang tidak membawa kartu ujian tahun ini tidak dikenai denda. "Jadi, begitu anak-anak itu nggak bawa kartu karena belum bayar (iuran), dikasih kartu sementara, ditulis baru masuk. Kalau sampai terakhir (belum bayar iuran), ya kartu sementara itu terus," tambahnya.
Tri juga membenarkan adanya iuran bulanan. Adapun besaran iuran bulanan bervariatif, tergantung kesanggupan orang tua murid yang telah disepakati dalam rapat dewan Komite Sekolah pada tahun ajaran baru.
Dia menuturkan iuran tersebut dialokasikan untuk menunjang program-program sekolah di luar akademik, seperti kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan kesiswaan. Tri mengklaim 65 persen jebolan SMAN 5 Depok diterima di perguruan tinggi karena prestasi para murid yang juga ditunjang dari kegiatan non-akademik.
"Dari rapat itu disetujui program itu didukung oleh orang tua, tapi tidak mengikat, namanya juga sukarela. Kemudian berapa nominalnya, itu Rp 0-200 ribu," ungkap Tri.
Tri mencontohkan program sekolah yang bersumber dari dana sumbangan orang tua murid digunakan untuk lomba futsal beberapa waktu lalu. Akomodasi dan transportasi untuk kegiatan itu menggunakan biaya dari sumbangan para orang tua.
"Contohnya mengikuti kegiatan Pocari satu tahun kemarin untuk futsal itu ternyata (SMAN 5 Depok) di Depok menang. Di Jakarta menang sampai 4 putaran. Karena di Jakarta itu butuh suporter, karena ada syarat bawa suporter, ada transpor, begitu menang, kita masuk tingkat nasional, harus ke Bandung. Di sana harus menginap dan sewa mobil. Hari pertama menang, hari kedua kalah sama Papua. Nah, biaya itu bukan biaya sedikit. Kemudian mengikuti misi budaya, seperti ekskul tari ikut ke Taiwan mewakili Indonesia," beber Tri.
Selain itu, iuran bulanan dari para orang tua siswa itu juga dialokasikan untuk membayar gaji tenaga guru dan kependidikan honorer. Di SMAN 5 Depok, ada 39 tenaga guru dan kependidikan honorer. Per bulan, sekolah harus mengeluarkan Rp 60 juta untuk membayar tenaga honorer tersebut.
Siswa Miskin Bebas Iuran
Meski sifatnya tidak mengikat, ada sejumlah siswa tidak mampu yang tetap diwajibkan membayar iuran tersebut. Salah satunya adalah siswa bernama Anang Makruf.
Terkait hal itu, Tri menyampaikan siswa tidak mampu sama sekali tidak dikenai iuran selama orang tuanya menyampaikan kepada Komite Sekolah. Ia juga menyebut orang tua Anang Makruf setuju untuk membayar iuran Rp 100 ribu per bulan.
"Pada waktu itu kita sampaikan. Tapi ortunya katanya mau membayar," kata Tri.
Menurut Tri, orang tua Anang bisa menyampaikan keberatannya kepada Komite apabila memang tidak mampu membayar iuran tersebut. "Pada waktu itu kita sampaikan. Bagi yang diambil (Rp 100 ribu) itu dianggap sebagai tabungan. Kan kebetulan, dari Komite, anak-anak tidak mampu wajib difasilitasi, bahkan anak tidak mampu ada yang dikasih transpor--anak yang nyopir malam-malam dari Depok II--ada yang dikasih sepeda. Kita bantu kok, kita fasilitasi," terang Tri.
Bahkan, lanjut Tri, pihak sekolah membebaskan iuran kepada 20 persen siswanya yang tidak mampu. "Anak yang (ditanggung) Jamkesda di sini kan ada 20 persen. Nah itu free. Bagi yang berkeberatan, silakan temui Komite, mampunya seberapa. Makanya ada yang Rp 50 ribu, ada yang Rp 100 ribu. Nah, itu yang disampaikan," sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komite Sekolah Suharto mengaku orang tua Anang belum menemui pihak Komite. "Dari orang tua belum ketemu sama saya. Kalau ketemu saya, saya jamin nggak bayar. Apalagi mereka orang kurang beruntung dalam perekonomian. Ada kegiatan apa pun bisa disampaikan asalkan ada informasi kepada kami," ujar Suharto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar